Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Skenario (dalam dialog di sebuah bangku)

Gambar
“Tempat ini spesial…” anggukan Maya mengiyakan ucapan Tantra. “Tempat ini yang mengajakku untuk jujur pada perasaan…” Tantra menangkap hal lain yang bisa jadi tersirat melalui ucapan Maya yang terkesan apa adanya. Sederhananya setiap kata itu seolah menciptakan putaran kisah mengenai gadis di sampingnya “Jatuh cintamu yang pertama kali? Di tempat ini?” Maya mengubah arah matanya, yang ditangkap Tantra sebagai sebuah pertanda yang mendekatkannya pada suatu jawaban yang paling benar. “Cinta monyet. Buat apa dibahas. Dia pergi, tanpa kabar…” jawab Maya dengan nada kesal. Dugaannya benar. “Dan disaat terakhir itu, kamu belum sempat mengatakan apapun?” anggukan Maya menegaskan apa yang diyakininya. “Aku yang bodoh, Tantra. Aku yang terlalu polos. Aku yang terlalu memendam. Aku yang tidak berani. Aku yang selalu takut. Aku yang selalu pada akhirnya menyesal. Aku yang selalu merasa malu…” “Menjelek-jelekkan dirimu tidak akan mendatangkan dia…” Tantra menegaskan setiap kata ya

Romo

Gambar
Lukisan yang satu ini adalah lukisan mendadak. Lukisan ini tanpa rencana sama sekali. Diawali dengan duduk tenang di kursi, tiba-tiba petir kecil yang tidak tahu dari mana asalnya muncul. Petir kecil itu membawa sebuah inspirasi yang tidak biasa, yang menggerakkan saya mencoba melukiskan suatu hal baru. Saat itu saya hanya berniat untuk melukis sosok seorang romo… entah bentuknya seperti apa. Dan akhirnya, saya mencobanya dengan mengkonsep sosok seorang romo yang sedang menatapi umat-umatnya yang beraneka ragam. Di samping itu, saya juga mengkonsep sebuah salib perutusan yang senantiasa dibawa oleh seorang romo. Lukisan ini terasa begitu spesial karena inilah kali pertama saya menggambar sosok romo. Pun ketika mengkonsep lukisan ini, saya mengingat sebuah pengalaman dimana salah seorang teman saya mempertanyakan mengapa saya belum pernah membuat puisi bertemakan panggilan. Secara terang-terangan saya memang belum pernah mengkomunikasikan hal ini, namun dalam beberapa puisi yang sa

Pergilah Kata Pergi!

Gambar
Kali ini, jangan pernah katakan pergi. Pergilah kata pergi! Janganlah mengusik diri! Jangan kosongi bayangan di balik pintu, Jangan tiadakan ia bagiku, wahai waktu. Aku ingin meneriakimu agar tidak pergi. Aku ingin mencecap pintumu dan berkata jangan lagi ada yang pergi. Aku ingin menciumi angin dari balik jendelamu dan berkata jangan lagi ada bunga yang mati. Aku ingin meninabobokkan impian dan berkata padamu jangan lagi air itu tumpah dari sungainya… Aku tak ingin bunga menangisi lebahnya. Aku tak ingin pepohonan meratapi anginnya. Aku tak ingin laut menangisi pantainya Aku tak ingin bebatuan meratapi pasirnya, Aku tak ingin bintang menangisi malamnya. 14 Juni 2017

Pemberi Energi

Gambar
Karya bukan semata kata yang bisa menggambarkan suatu usaha. Karya adalah energi, bius yang membuat setiap manusia bersemangat dalam menjalani hidup. Sebuah semangat yang membuat manusia mau bertransformasi diri menjadi pribadi yang lebih baik. Semangat inilah yang mau dibawa oleh Raga Sukma Tresna dalam hidup saya. Ya, semangat akan kasih. Semangat untuk mau berbagi hidup, berbagi sebuah hal yang sederhana... cinta. Raga Sukma Tresna memacu saya untuk melihat pengalaman dicintai menjadi semakin hidup, berkembang dan semakin menggembangkan panggilan saya. Raga Sukma Tresna selalu mengingatkan saya bahwa saya tidak pernah berdiri sendiri di bumi ini. Selalu ada siapapun yang mau memberikan senyumnya, tangannya, hatinya, juga nyawanya. Raga Sukma Tresna juga membantu saya melihat bahwa pengalaman sesederhana apapun akan menjadi sebuah pengalaman yang mungkin menjungkirbalikkan persepsi saya tentang siapa, apa, bagaimana, mengapa, dan sebagainya. Raga Sukma Tresna membantu saya

Karya Butuh Cinta

Gambar
Buat saya, karya itu lahir… bukan didasari oleh rasa terpaksa, ya. Kalau sampai didasari oleh perasaan tersebut, saya kok yakin kalau hasilnya nggak akan bisa maksimal dan tepat sasaran. Sebab karya membutuhkan cinta. Hidupnya sebuah karya ditentukan dari ketulusan penciptanya. Kalau karya diciptakan dengan rasa terpaksa, yang ada hanyalah perasaan tertekan. Sekiranya hal ini yang selalu saya renungkan ketika menciptakan sebuah karya. Dan dari sekian banyak karya yang sudah ada di tangan, saya menjadi sadar bahwa setiap karya harus dimulai dan dipersembahkan untuk cinta. Perasaan inilah yang nantinya akan menghidupkan dan memberi nyawa pada suatu karya. Sebuah karya yang tulus dan ingin menyuarakan hal yang baik selalu berasal dari sebuah keinginan untuk membagi cerita dan cinta. #RagaSukmaTresna2017