Batu Yang Terlempar Ke Jalanan
Keras,
ternyata.
Tidak ada
tempat tidur untuk batu.
Tidak ada
kapas untuk meletakkan tubuhnya.
Teriakannya
tak mampu di redam temaram.
Sedihnya
tak ada. Ia pemilih yang meniadakannya.
Diam saja.
Udara
berucap namun tak menjawab.
Batu
bertanya, jalanan hanya tertawa.
Batu tak
mendapat terang diantara erang.
Batu
menggelengkan kepala pada kata tenang.
Tampak pun
tidak.
Samar
menjadi mata setiap jiwa.
Batu tak
mendapat telinga.
Batu
terlempar pada potongan cerita yang membiakkan batu lain yang lahir menjadi
temannya.
Disitulah
ia ada bahkan bernyawa.
Dia seperti
batu,
Yang mengaliri
jalanan.
Yang merindu
pada penerimaan kata,
Yang bebas
meneriaki ketidakadilan ruang,
Ia
menari-nari di atas api, namun tak pernah menjadi arang.
Komentar
Posting Komentar