Tahun Ketiga (a short story)



"Tahun ketiga..."
Kata "ketiga". Itu point pentingnya. Kata ketigalah yang menciptakan kerut di kening Milly.
"Lima puluh tahun lagi, harapanmu akan berubah menjadi debu" gertakan itu menciptakan bungkam. Indi terdiam. Sikap teguh itu, kepercayaan itu, sungguh membuat Milly kehabisan akal.
"Milly, dia sudah janji untuk mengirim pesan pada saya"
Bantahan itu, keteguhan itu, kepercayaan itu lagi. Geram itu ada. Milly adalah pemilik dari geram itu. Amarah itu membuatnya bergegas memalingkan wajahnya dari Indi, mengoyakkan rambutnya lalu beranjak dari sofanya.
"Aku tau Indi! Tapi, mana realisasinya? Nggak ada kan?" Geramnya itu, amarah itu, menciptakan berbagai persepsi mengenai perempuan di hadapannya. "Aku yakin, satu post cardpun nggak akan sampai ke tanganmu"
"Tapi Mill -"
"Hanya kesia-siaan! Mau berapa lama kamu akan menunggu? Sampai kapan kamu akan memeluknya tanpa harapan?"
"Pasti tahun depan, Milly!" ungap Indi, berusaha keras meyakinkan Milly akan keyakinannya. "Post card itu akan datang tahun depan. Aku yakin kok, Mill. Aku yakin dia akan kasih kabar tentang keadaannya di Jepang..."
"Aku nggak sejalan dengan harapanmu. Terus-terusan aja berharap! Silakan bertahan! Silakan menunggu tanpa melakukan apapun!" Indi tertegun.
"Aku harap, pada tahun keempat, akal sehatmu kembali!"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

50 Penuang Cerita Dalam 1 Karya

Bersatu Dengan Salib (sebuah refleksi)

Melodi Setangkai Mawar (a short story)