Untuk saya, menulis adalah cara untuk bertutur, baik spontan maupun tersamarkan. Menulis adalah kiat olah ekspresi. Cara ini yang saya pilih untuk mengolah perasaan-perasaan yang hadir silih berganti. Tak boleh dilupakan, menulis adalah kegiatan menciptakan album foto berbentuk tulisan dimana kita bisa mengabadikan momen-momen tak terlupakan. Buat saya, menulis adalah kehidupan kedua dimana saya bisa bernostalgia sepuasnya dengan berbagai kenangan yang baik maupun peristiwa yang buruk sekalipun. Berkaca bahwa menulis merupakan kesempatan untuk mengolah rasa perasaan, saya pun tergerak untuk mengajak teman-teman semua untuk bertutur secara spontan maupun tersamarkan melalui proses ini. Nah, kali ini saya mau mengajak teman-teman untuk membuat sebuah karya bersama. Saya tidak akan mendikte teman-teman perkara cara menulis atau perkara inspirasi. Buat saya, karya ini adalah karya bersama yang bukan hanya gerak pena saja tapi juga gerak hati untuk mau merasakan sesuatu yang le...
Dulu, aku memandang sebuah salib sebagai suatu hal yang sulit untuk dipikul. Dulu, aku memandang bahwa salib adalah seluruh perasaan menyiksa yang membuat aku terjatuh dan terpuruk. Aku mengaku, salib di masa lalu pernah membuatku terperosok terlampau dalam. Aku pernah merasa sakit yang bahkan tidak ingin lagi aku rasakan sampai saat ini. Rasanya tidak ingin merasakan salib itu kembali. Aku tidak ingin mengulangi hal yang sama di masa lalu karena aku mau belajar menjadi manusia baru. Ini membutuhkan sebuah proses. Salib di masa lalu memang berat. Mengembalikannya kembali di masa kini adalah sebuah tantangan besar bagi hati dan pikiran. Namunlah, aku mencoba untuk membawa pengalaman tersebut sebagai proses belajar di hari ini. Pengalaman itu teramat berharga dan punya arti. Pengalaman tersebut selalu membuatku berserah pada kuasa Tuhan. Pengalaman tersebut tidak membuat aku menyerah dan aku mau bangun lagi. Seorang Alfa bisa bangun lagi dari rasa sakitnya adalah sebuah pr...
Tidak perlu engkau mengerti, aku sudah tahu diri. Tidak perlu sedikitpun engkau pahami, aku sudah tahu diri. Aku sudah terlalu banyak bermimpi tentang memiliki, Namun aku tahu diri, Diri ini tak bisa mempertemukan mimpi dengan dirimu sendiri. Aku sudah terlalu banyak menuliskanmu dalam setiap diksi, Namun aku tahu diri, Diri ini tak mampu bertemu dengan bola matamu sendiri. Aku sudah termenung dalam renung, Namun aku tahu diri, Sujudku takkan mengindahkanmu untuk datang kemari. Aku sudah terlalu lama terperangkap dalam harap, Namun aku tahu diri, wujudmu takkan kekal dalam perandaianku kini. Aku sudah terlalu lama merindu dalam lagu, Namun aku tahu diri, pujaku takkan kau kenal dalam tapak kakimu kini.
Komentar
Posting Komentar