Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Berandai Tentang "Nanti"

Gambar
Nanti, kalau sudah resmi, Kotor harus menempel di kaki. Jika belum, nanti saya ke parit dan mencari. Nanti, kalau sudah resmi, Sapa harus terjadi di kanan kiri, Jika belum, nanti saya ke padang, Mencari domba yang diam menanti. Nanti kalau sudah resmi, Kunjungan ke rumah Pak Bari sore nanti, Kunjungan ke stasi pagi hari, Menemani pak tani di lumbung siang nanti. Nanti, kalau sudah resmi, Berandai kalau nanti sudah jadi, Menjadi kotor bukan lagi mimpi, tapi misi. . . . TAKKAN ADA YANG DITINGGALKAN 14 FEBRUARI 2020

keringat dan air mata...

Gambar
Serbuan batu di perjalanan, Rasa sakit dalam suatu pikulan, Hampa yang dirasa di tengah kegelapan, Bukan tanpa sebab sebuah api bermunculan. Tangis dalam rindu doamu, Kehilangan yang merenggut asa mimpimu, Air mata dalam peluk rengkuhmu, Pulang adalah jalan menemukan dirimu. Walau berbatu, engkau tak kenal keliru, Walau beresiko, kau tempuh langkah bersama sang waktu, Ribuan nyawa bersandar padamu, sebuah inspirasi jatuh padamu, Hati membuatmu bangkit sekali lagi, itu yang selalu kau tahu, Ada sebuah cerita yang kau hitung akan kembali, Ada ratusan rasa yang pulang dan takkan pergi lagi, Percayamu berkata : kau takkan ditinggalkan sendiri, Sebab air mata dan keringat siap menjadi ciri tak terganti… . Takkan Ada Yang Ditinggalkan 14 FEBRUARI 2020 Photo by  Ashley Light

Kisah Tidak Bisa Diteruskan

Gambar
Banyak serigala asal bicara, Merasa “sok” tahu tentang cerita, Di mana kisah diputarnya sebagaimana neraka, Perdaya unsur-unsur manusia, jadikan mereka setan dalam luka. Banyak serigala menimbun perkara Bicarakan lemah di antara segala, Seolah-olah sudah merasa paling sempurna, Menjadi tuhan atas segala. Banyak serigala mencari mangsa, Mencari manusia yang mudah percaya dengan hipnotis berita, Yang mudah dibujuk masuk ke lubang yang sama, Dengan seluruh benci yang tak jauh berbeda. Banyak serigala sedang ingin dimanja, Dengan dukungan sempurna dari sini dan sana, Yang mengajak bercanda, Menunjuk secara tepat seorang manusia, Yang dijadikan tumbal benci di sebuah cerita

Seutuhnya

Gambar
Bulat sudah sang purnama. Serupa seutuhnya rasa ini pada suatu sukma, Di mana tubuh ini menjaga setiap rindunya, Roda aroma yang tergantikan pada perputaran selanjutnya. Walau di dunia tak senyata di surga, Bolehkah memimpikanmu sebagai surga satu-satunya? Walau restu takkan di dapat di dunia, Bolehkah sebuah restu, kita andaikan pada tubuh kita? Dalam bayang, kita berdialog tanpa harus kata. Dialog kita cukuplah rasa, Rasa yang membuat kita sukar mengingkarinya, Yang membuat kita tahu, Mana surga yang tepat tanpa harus kenal terlambat. . . . Takkan Ada Yang Ditinggalkan 2020 Thank you Ethan Sykes

alasanku pergi....

Gambar
tak apa bila harus melangkah ke tepi, melangkah pergi dan berdiri sendiri, duduk menanti dan mencari yang diingini, tanpa harus memaki dan menghakimi setiap mimpi yang dimiliki. tak apa bila harus merangkak kembali, tak apa bila harus jatuh sekian kali, perjalanan ini bukan tanpa halangan di mataku kini, menerima pertanda dan suratan di awal dan akhir cerita ini. tak apa bila harus memahami lagi, harus mengalah lagi dan kecewa lagi, alam ini punya sisi paling alami, dari sekian rupa yang hidup namun hatinya mati. #TAYD2020

Sebelah Mata

Gambar
Ingat, Mereka bukan neraka sebagaimana kau kira. Mereka bukan sampah yang dihindari mata. Pesan ini tak biasa, Bagi mereka yang punya hati namun tertutup gelap rasa, Yang tersulut oleh perkataan tak tertata, Inilah rasa bagi mereka yang mengagungkan sempurna. Mereka yang kau pelajari dengan sebelah mata, Mereka yang terpandang sebagai yang tak sempurna, Selalu belajar menjadi ada yang sebaik-baiknya, Namun sayang terbuang oleh aroganmu yang mengada-ada. Tutur ini tak sembarang untuk ada, Yang hinggap di liang-liang hari kita, Yang akan selalu menjadi malam yang hitam, Jangan sampai menyesali kekekalan sebuah kelam. Beri mereka ruang untuk bicara adanya. Beri ruang pada rongga mata untuk melihat dan percaya. Tuhan tak mendoakanmu jadi pendusta dan berbohong soal kata, Berilah mata pada setiap cerita mereka, Sajikan hati bagi mereka yang merindukan tertawa, Bagi mereka yang merindukan cinta luar biasa.

Terbaikmu

Gambar
Taring pada bingkai jendela, Belum nampak namun tergoda untuk tiada, Taring setingkat rasa kecewa, Yang tajam dan membuat manusia bertanya : Saya punya peran apa? Sembunyi-sembunyi tak berani pandang muka, Berdiang di pelataran saja tak berani menginjak bilik rasa, Anggap diri miskin adanya, padahal ada surga di balik bola mata, Terkadang bertanya pada sanubari : Bagaimana bentuk masa depan saya? Sungkan angkat jemari di atas dada, Terbaik bukan rusuk pada lembar cerita, Penjara adalah awal mula dari sebuah ritus hampa, Di mana siapapun merasa ada sesuatu yang papa, Padahal ada cahaya yang terpancar dalam sukmanya. Beristirahatlah semua prasangka, Bersandarlah pada keyakinan yang kau anggap jiwa, Terbaik bukan tanpa langkah pertama, Ia lahir bukan tanpa rencana. Kau harus siap jadi arsitektur setianya. . . .

aku ingin menulis tentang dia.

Gambar
bola matanya adalah buku cerita tentang rasa, tentang segala dalam pikirnya, tentang sekumpulan bunga pada bilah raganya, tentang duri pada sebagian rusuknya. . dia kurang pandai berbohong, lebih baik baginya untuk bermukim di lorong, menyimpan mentarinya di kolong, sampai di ujung lelahnya, ia merongrong. . dia adalah buku cerita aneka warna, sewaktu-waktu menjadi ruang berbeda yang melepas petaka dengan tertawa, sewaktu-waktu menjadi luka yang siap merana, hingga diingatnya cinta yang siap menopang jiwanya. . dia bukan puisi tanpa majas di kata, selalu ada yang tersembunyi dari tirai tawanya, yang selalu memberi tanda, sebuah kerumunan dilema, yang memberi sepersekian nuansa pada titik jenuhnya, yang mengaku menjadi pemeran utama, . dia adalah buku cerita tentang asmara, yang ku tulis dengan tinta sederhana, dari balik medan yang tak mungkin berada. . . .

jika saja bisa egois

Gambar
tetap saja sulit, menjadikan raga sebagaimana ego bertanya-tanya. tetap saja sulit, menjadikanmu kedua dan rupa ini pertama. . Dia lebih penting. hati memilih suatu yang genting. rasa ini terus berdiang dan beriring. tak ingin sekali ini menatapimu sebagai yang kering. pertahananmu lebih penting, lagi-lagi lebih penting. . Jika saja bisa egois. jika cerita tentang egois menaruhku sebagai penulis, aku akan belajar menjadi ular yang mendesis, menggamit egoku secara bengis, lalu menaruhmu di hutan dengan tatapku yang sadis. . Sayangnya, aku tidak dilahirkan menjadi egois. yang tidak akan membiarkan setan dalam diri menjadi pelukis, takkan membiarkan diri ini sibuk mencari celah menjadikan ceritamu miris, enggan sibuk mematikanmu dengan mengiris, sampai habis, sampai air mata yang lain habis. . sudah raib egoku karena bola mata itu, habis egoku karena janji ini yang selalu terpaku,

rasa yang kau terima

Gambar
jalanmu bukan tanpa cerita, bukan tanpa jurang di depan mata. dari kelabu yang hampir menjadikanmu abu, berlarilah jantung hatimu ke arah kemana engkau mau. tak hanya sebentar caramu membaca rasa, pertanda dan ungkap asmara yang bersemayam di dada. sekali-kali jatuh hati, kau sadari diri, selama-lamanya menanti bukan berarti bunuh diri. . . . berulang dalam katamu di pagi hari, akankah ada yang siap mencari, akankah manusia-manusia itu memberi telinga di tepi, akankah mereka punya hati untuk sekedar menyimpan senyum di pipi, . . . ingin bebas, berulang kali tidurmu di kebas, kau biarkan rasa itu pergi bersama helaan napas, mimpi kau bebaskan dari hujaman lapas, kau ingini bentuk diri layaknya kapas. . . .

sekalipun harus siap menahan

Gambar
tak apa bila kamu ingin mengulangi, tak apa bila kamu terus-terusan mengulangi, tak apa bila kamu tak berhenti mengulangi, sebuah rasa yang membuatku tidur tanpa bermimpi. . . . katamu di sebuah ruang beratap rembulan, takkan terlupa dan tercatat sebagai duri dalam renungan, terlalu mudah untukmu mengumbar kekuatan, sebelum di lembar lanjutan kau lihat sebuah kelemahan. . . . pendengarmu ini diam di tempat, menimpalimu pun aku tak sempat, aku lebih ingin berdiam di tempat, sampai aku lelah untuk menahan rasa rapat-rapat. sampai mata ini direlakan untuk tak terkatup erat. . . . sampai di lembaran pagi, ditanggalkannya kata percuma dengan secangkir kopi, di mana aku belajar mengetahui hati, sambil mencarimu yang juga sedang mencari diri, sambil mempelajari nurani yang tak berhenti memahami, ku ucapkan pada hati, “sekali lagi, sekali lagi dan sekali lagi” . (14 Februari 2020) Thank