jika saja bisa egois




tetap saja sulit,

menjadikan raga sebagaimana ego bertanya-tanya.

tetap saja sulit,

menjadikanmu kedua dan rupa ini pertama.

.

Dia lebih penting.

hati memilih suatu yang genting.

rasa ini terus berdiang dan beriring.

tak ingin sekali ini menatapimu sebagai yang kering.

pertahananmu lebih penting, lagi-lagi lebih penting.

.

Jika saja bisa egois.

jika cerita tentang egois menaruhku sebagai penulis,

aku akan belajar menjadi ular yang mendesis,

menggamit egoku secara bengis,

lalu menaruhmu di hutan dengan tatapku yang sadis.

.

Sayangnya, aku tidak dilahirkan menjadi egois.

yang tidak akan membiarkan setan dalam diri menjadi pelukis,

takkan membiarkan diri ini sibuk mencari celah menjadikan ceritamu miris,

enggan sibuk mematikanmu dengan mengiris,

sampai habis, sampai air mata yang lain habis.

.

sudah raib egoku karena bola mata itu,

habis egoku karena janji ini yang selalu terpaku,

luruh sudah egoku, ketika lebih penting menjadikanku diam terpaku.

lebih penting keberadaanmu, seluruh percayamu.


. . .


“jika saja bisa egois, aku bisa memilih sesuka hati apa yang ingin aku lakukan padamu. meninggalkanmu, membiarkanmu, apapun itu. tapi sayangnya, aku tidak bisa menjadi egois karenamu. aku lebih memilih untuk mencari titik bahagiamu, titik legamu walau harus berkorban sedemikian rupa. menanggalkan ego dalam diri ini bukan hal mudah, namun berulang kali kau ingkari usaha ini. sesukamu kau buat dan aku hanya bisa melihat tanpa bisa berbuat. akankah sekali ini tingkahmu kau cukupkan?”

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

50 Penuang Cerita Dalam 1 Karya

Bersatu Dengan Salib (sebuah refleksi)

Melodi Setangkai Mawar (a short story)