Penerang jalan di ufuk kesudahan, Bertahan hawaku di tengah timbulnya kelemahan. Tersayat bentangku, diantar sukmaku oleh rimba kehampaan. Tentangmu yang terpikir di ujung jalan. Tentangmu di dalam pikirku sekarang tersimpan aman. Kau membuatku sungguh nyaman. . . . Sanggupku adalah menatap, Untuk kesekian kalinya bisuku beranak tiarap. Aku hampir saja berlari namun bicaramu membawa harap. Belajarku untuk lupa membuat pengap. Di hadapmu, mulutku gagap. Sekarang, di antara kita tak ada gelap. . . . Asmara, masihkah ia memiliki nama? Jiwaku berkata namamu ada, bahkan sama berjiwa. Mampukah aku menyudahinya? Adalah tanya, pertanda, Dan matahari menertawakan kita. . . . Kita adalah percuma yang sia-sia, Atau di antara dunia tanpa nama, kita hanya bisa berkata, Sempat terucap dari bibir kita, Dunia menggelengkan persatuan kita. . . . Adilkah bagi kita? . . . ➽ Salam Penuh Cinta Dari Bravolog