Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Puisi Galau

Gambar
Remang meredakan perbedaan. Tidak ada cahaya selain titik terang yang kau bawa. Dekat menjadikanku tak berangan. Seberkas rasa itu membinasakan setiap luka Sedikit saja membuatku terkesima, Tak perlu banyak berkata karena aku lebih dulu jatuh cinta. Di bawah bayangan lalu yang terngiang, asmara merangkai jembatan antara jarak dan titik binasa. Pernah padaku dan padamu tergenggam riuh pertanda yang mengikat kita. Pernah ada. Adanya dunia yang pernah kita punya, Permainan kelabu di antara kepalsuan dan perjanjian. Pernah ada dan akan tetap ada. Galau adalah tulisan tangan kita. Sekarang atau selamanya, Silakan memilih, wahai cinta . . . perjalanan ini belum berakhir, teman. pict : wallpapersite.com

Bagian Tersembunyi

Gambar
Seruan masa lalu, Mengais wajah lalu yang tak selalu sembilu. Bagianmu terdampar halus dalam kelambu, Riuh kenyataan yang hidup di antara abu-abu Tenang di atas rata-rata, Takkan mampu menimbun kejujuran yang ada. Terduduk engkau dengan gembira, Dikemas olehmu sekantong air mata. Terbenam oleh waktu. Dibasuhnya oleh sebatang rokok di mulutmu segala laku baku. Redanya rindu tertangkap karena canda kita miliki bersama. Sempatkanlah padamu tertidur pada pundakku, sesaat saja, Sebelum segalanya terlanjur sirna Tanda dari tatap. Izinkan aku menetap. Menemani senjamu yang sejujurnya meratap. . . . Terima kasih.

Bersabarlah

Gambar
Bersabarlah Bila kebun binatangmu tumpah, Kecewa ini takkan berlimpah. Jerihku takkan menjadi hawa gerah. Air mataku bukan buah jerit menyerah. Amuk pencinta remuk. Ku cintai lukamu yang penuh lekuk. Sekalipun binatangmu mengajakku takluk, Jauh pikirmu tak membuat tubuhku berubah tekuk. Segala kemungkinan. Bagimu, santun tuturku bukanlah perhiasan. Buruk larangan yang ada kau jadikan alasan. Sesungguhnya, aku adalah tumpuan. Kau anggap aku serpihan tanpa kesan. Bersabarlah, Sebelum amarahku terlihat salah. Aku tak ingin engkau resah dalam desah. Bermimpilah wahai engkau yang begitu kucintai di tengah gundah, Semoga Cinta ini tak mampu berpindah. . . . Untuk siapapun kamu. . . . Pict :  www.prokuraturos.lt , Shutterstock

Lepas

Gambar
Kepada engkau yang terbebas dari sesuatu yang kuanggap penjara : Terima kasih atas jamuan malam yang pernah hidup dan bernyawa. Terima kasih atas detak yang pernah membuatku tersentak, hampir retak. Terima kasih atas lepas bebas yang dihiasi menit di garis tepi. Terima kasih atas canda berwarna, yang membuatku kembali bertanya pada Allah Bapa. Terima kasih atas surga yang tumbuh di antara neraka. Terima kasih atas rona di antara rerumputan dan panorama. Terima kasih atas amarah dan rasa bersalah di atas tanah. Terima kasih atas luka yang pernah menjadi berita. Air mata yang bahkan pernah mati karena terbagi. Terima kasih atas fatamorgana yang hadir dalam khawatirku pada jejak laku kata. Terima kasih atas pertemuan di akhir anak tangga, biar segalanya tertulis dalam kitab-kitab rasa. Terima kasih atas titik binasa yang pernah kau bawa. . . . Untukmu. pict : wallpaperlepi.com

Passion Of The Sun

Gambar
A diamond that bring a fire, Let’s burn our dream in this day. A morning that you prepare for a new soul. Let’s broke any reason that make us fall in the weakness. . . . The sparkle separates black and white. A light for every birds. A light brings a new hope for it wings. “Be an eagle!” in the middle of wind, the voice of sun hugs us. “Be a lion!” in the middle of dessert, the energy of sun guards us. . . . A skin of peace, Spirit that you share, our sun! Chosen passion that plant the energy of love, A better place for every heart, a nice day you create. “Be our soul, my sun!” . . . Let's build a new moment! Thank you. Pict : Syria | International Rescue Comittee

Kuat

Gambar
Kelabu di antara rayu. Di hadapku belukar kala pikirku terdiam kaku. Besiku rapuh kala tidurku tergenang pada keluhku. Inginku meragu dihiasi oleh ribu ide palsu. Namun, semesta meradang. Amarahnya ajakku berdendang. Jalurnya melepas tiang-tiang kekang. Sejenak, aku terdiam. Kuat ini hadir, menyapaku yang tertikam dalam kerang. Transformasi, aksi. Aku bukan kerdil untuk kali ini. Menjadi gagah di awal terbitnya mentari, Kepulanganku seolah memecah api yang membelenggu diri. Menjadi kuat di petang hari. Menjadi api yang berani berdiri di antara duri. Melangkah di antara sepi yang terkadang menggigit sepi. . . . Mempercayai luka yang menjadi bagian dari pijakan diri. . . . Terima kasih atas kesetiaan dan apresiasi anda semua.

Pesona

Gambar
Dari balik layar, Kemungkinan terang gelapmu terkembang. Pelita terbawa dalam himpitan yang tergenggam. Dari balik kesungguhanmu, ada rindu yang terpaku. Dari balik abu-abu warna tirai itu, Muncul warna biru dan itulah dirimu. Pesona dalam kekang, jantungmu seolah ingin membangkang. Dari bola matamu, tersembur kekuatan waktu yang takkan memaku. Sederhananya luka tak mencipta bunga yang layu. Sebagian bentengku adalah serpihan pesonamu, Yang tinggal meraba titik paling semu, Padaku, sikap mengerti akanmu tak mengenal palsu. Sisi lain kesungguhan. Kekuatan itu, yang mengenal aku dan kamu, adalah titik pertahanan. Sisi lainnya adalah tumpuan, Yang terkadang tenggelam dalam sekam, Diam, bersama waktu, meredam, sesekali memendam. . . . Pict : mojly.com

I Know,

Gambar
All the pain that you have. All the story that you share tonight. Come from the truth, Come from your awareness. Chance to catch a past, All the voice that i hear from your mouth, I know. Here for you. A thunder in your mind, A flower in the middle of ocean, Enough for you to feel that in your day, Enough for you to imagine the side in your hand. . . . Love that makes a butterfly for you. Love that always hug you. I know. I want to know about you. Here I stand, I give my ears. Here you stand, you give me your ears. For you. For me, too. All the burden, all the reflection.

Cepat Pulang

Gambar
Cepatlah pulang, Sebelum bianglala itu kembali terkenang, Bersama keresahan yang kian menghadang, Resahku telah mengamuk meradang. Cepatlah pulang, Sebelum bebasnya padang berubah menjadi kekang, Kembalimu adalah lambang. Cepatlah pulang, Sebelum rindu ini beralih pada kalimat yang terbuang, Setelah segala kata tunggu ini berjuang, Diam dalam ruang dan tetap menunggumu datang. Cepatlah pulang, Sebelum pagi mempertanyakan keberadaan siang. Sebelum rembulan mempertanyakan tak hadirnya bintang. Sebelum firasat ini lebih jauh melintang. . . . Terima kasih. Pict : wallpaper.wiki , publicareinziar.info

Wajahmu Diterpa Cahaya

Gambar
Wajahmu diterpa cahaya, Dilukis dengan garis tipis di pipi, Kau masih saja berdansa dengan senja. Terkatuplah seluruh gerakku bersama coretan lengkung di mata, Pelukan pada badanmu yang tegak namun terkadang lemah karena suatu rasa. Hidungmu berhembus halus, membuka kisah tawa di masa muda. Dihiruplah olehmu embun pagi yang menyibak sederhananya karsa, membuatku yang menuliskannya dalam puisi ini berkata : Betapa Membuatku meletakkan pena tempatku bertanya dan kembali bergumam : Tidak akan pernah ada kata tidak jatuh cinta. Masa lalu, 2017 . . .

Merasakanmu

Gambar
Hangat. Pertanyaan tentang hangat. Bagiku, kenyamanan itu hangat. Sebagianmu adalah hangat. Hangat melambangkan pekat. Merasakanmu di sekujur pikiran. Terlintas dalam benakku rintang pada nalar. Hangat padamu bukan sebatas perasaan Kejujuran ini ingin hidup dan dibalut dalam akar. Kidung pada tersembunyinya energi, Dihembuskannya jejak tanpa perlu banyak orang tahu. Tiap mentariku tersimpul hawa tak terbagi. Tarikan napas yang terdengar lembut, rasukilah itu pada telingaku. Segalanya. Bersamamu. Hati yang berkata. Sepertinya takkan jemu. Hasratku berkarat. Bekas-bekas kepedihan ini takkan menyelimutiku dengan teramat. Dermaga yang ujungnya membuat kita mendarat. Ataukah kita memutuskan untuk mati sesaat, Demi menumpas kata sesat? . . . Sembunyi ini tetap padamu.

Kau Bebas Berbicara

Gambar
Jangan terlalu cepat pulang. Sendengkan waktu, tiarapkanlah demi sebuah keyakinan Aku tidak ingin cepat-cepat mengais api di ladang, Mendengarkan detik yang meminta kita menetap di bangku, tempat dimana berseminya kenangan. . . . Lepaskan. Jangkar yang siap menekan, hanguskan. Ku tarik lelahmu dengan setitik hembusan, membebaskanmu berucap sembari membiarkanmu larut dalam titik keaslian. Penatmu berucap dalam kata-kata, membiarkanmu berpacu untuk menghanguskan. . . . Bicara sebebasnya, Di tengah udara yang tenang dalam bejana. Berbicara sebebasnya Hingga esok pagi kau kembali riang di atas semua canda. Berbicaralah sebebasnya Hingga luka tak lagi menganga, Hingga aku tahu engkau yang apa adanya. Di atas semua ucapmu, kuucapkan kata-kata yang menjiwai aku yang ada :  Bagimu, aku siap menjadi telinga. Telinga yang sesekali, secara asli, memberi pertanda. Telinga yan