Telanjang.


Tak jauh dari muka,

Ku pandangi ketelanjangan di antara kata-kata,

Di antara diam yang membuka mata, yang semula terbata-bata,

Tembok itu diruntuhkan oleh segala.

Wahai waktu, janganlah membuka sembilu.

Aku masih rapuh, biarkan aku sembuh.

Teringat di dalam heningku sebuah pilu.

Yang tergambar jelas, namun tak ku biarkan menjadi lalu.

Tuhan, bukalah pintumu.

Ketelanjanganku membuatku bercerita tanpa malu.

Sedikit lelahku, di taruh di rumahMu. Sebentar saja.



Izinkan aku menguliti tubuhku, pikiranku.

. . .


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika

Bersatu Dengan Salib (sebuah refleksi)

50 Penuang Cerita Dalam 1 Karya