Awan Tak Selamanya Biru
Keadilanku adalah pergi.
Sejenak adalah bekal pertahananku.
Pergi dalam geramku, sebentar dalam amarahku.
Aku akan menentukan siapa diriku, dari situ.
Aku adalah awan yang tak selamanya biru
. . .
Titik nadir.
Aku hampir berada di sana.
Imajinasi untuk melangkahkan kaki keluar dan meninggalkan.
. . .
Aku tak butuh angin pantai.
Aku hanya butuh matahari yang tak pernah membuatku ramai.
Bawakan aku melati sebagai tanda damai.
. . .
Wahai sukma,
Takkan selamanya engkau mati dalam kata.
Waktu ini adalah bagimu meniupkan perkasa.
Sekali lagi saja dan segala membantah kata percuma.
. . .
Ingatanku, 16 Juli 2018
duhai kawan,
BalasHapuskusampaikan sebuah kabar
tentang titik nadir yang juga pernah hampir kurasakan
teruslah berpengharapan
kepada dia sang Raja Semesta
berserah padanya, kau tak akan dikecewakan
:)
Selalu ada harapan.
HapusTerima kasih.