Terlahir Seekor Monster


Aku terus berdiam di kamar bersama dengan memar-memar.
Kukandung ia yang adalah aku. Kukandung ia bersama rimbun ragu.
Terpuruk aku yang mengaku buruk ragaku. Di sana sini, borok itu digaruk.
Terpaksa aku menutup jendela dan mengulang hal yang sama.

Kekalahan ini beroleh hamparan lahan.
Banjir di tempat tidur, ingin langkahku diseret mundur.
Pemandangan yang terpilih adalah langit yang dianggap sengit.
Pandang tanpa arah, getar pada bibirku tertimpa amarah.

Pendaki itu adalah aku,
Yang di antaranya memuncaki hal yang paling disuka namun juga dibenci.
Terlahir aku, seekor monster, di puncak gunung tak bermenung.
Pernah padaku biru yang tak selamanya biru.

Lama aku mengikat diriku dalam es beku.
Sakit dirakit menuju ke bukit.
Masih bekas itu padaku. Jawabku selalu “iya, tetap di situ”


1 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

50 Penuang Cerita Dalam 1 Karya

Bersatu Dengan Salib (sebuah refleksi)

Melodi Setangkai Mawar (a short story)