Challenge : “Sentilan” Dijadikan Karya yang Mapan


Sebelum mulai sharing, saya mau tanya dulu deh. Menurut anda, apa itu sentilan?
Apakah anda cukup peka ketika mendengar sentilan dari orang lain?
Saya cukup sensitif dengan kata “sentilan”. Tapi… (guys, ini ada tapinya lho ya)
Bisa diakui kalau disentil itu “risih”. Iya nggak sih? Tapi… (lagi-lagi ada tapinya mas-mbak)
Sebelum mulai menjawab dan meneruskan kalimat setelah kata “tapi..”, mari kita rileks sejenak.

Buat saya, disentil itu risih. Tapi, jangan salah!
Disentil sama orang lain itu ternyata bermanfaat lho guys!


Manfaatnya apaan? Nah, menurut saya, sentilan dari masyarakat bisa bikin kita introspeksi akan apa yang kita lakukan dan putuskan. Coba bayangin kalau misalkan nggak ada masyarakat yang ngingetin kita kalau kita salah… wah, udah pasti tuh, kita pasti akan melakukan kesalahan / kekeliruan yang sama. Pendapat yang satu ini emang real saya alami dalam kehidupan nyata. Rak gelem mung modal cangkem tok (artinya : Nggak ingin hanya modal ngomong aja), saya mau sharing dikit nih. Jadi gini…
Suatu hari, saya lagi asyik banget nih youtube’an siang-siang habis makan siang di ruang komputer. Nah, tiba-tiba, temen saya datang nih, terus mendekat ke arah saya terus bilang gini

“Fa, mbok tugasnya dikerjakan dulu. Youtubenya nanti aja. Prioritaskan tugas dulu”

Nah, dari sini nih, dari sentilan yang satu ini, saya jadi sadar bahwa temen saya yang satu ini emang perhatian dan pengen agar saya bisa menjadi manusia yang tahu prioritas. Dari sentilan macam ini nih, saya jadi lebih sadar untuk menomorsatukan prioritas. Kesadaran ini muncul seiring berjalannya waktu dan menerima sentilan secara positif mesti semakin dikembangkan. Iya nggak sih? Jawabannya pasti iya deh!


Nggak boleh ketinggalan, sentilan-sentilan dari masyarakat selalu membuat saya termotivasi untuk mengabadikannya dalam sebuah karya. Sentilan yang diolah dengan baik dan dipandang secara lebih positif selalu membuat saya tergerak untuk merefleksikannya dalam puisi. Buat saya, karya-karya semacam ini bisa disebut sebagai karya yang “mapan” a.k.a punya modal dan punya bobot lebih. Manfaatnya pasti akan muncul deh, apalagi puisi yang ditulis berasal dari proses refleksi yang matang.
Buat saya, “sentilan”…saat ini, tidak membuat saya risih. Malah, saya merasa beruntung menerima sentilan-sentilan macam ini. Karena sentilan itulah, saya bisa belajar “lebih” dan lebih memaknai arti kehadiran saya di bumi ini.

Yaps! Anda tertantang untuk memandang secara positif SENTILAN dari masyarakat?

Saya tunggu bukti nyata anda!

Segitu dulu aja sharingnya, nanti kita ketemu lagi di sesi “CHALLENGE” berikutnya!!!!

Salam rindu membabi buta...

Pict : http://ak0.picdn.net/ , https://wallpaperscraft.com , http://banyuasinonline.com/ 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

50 Penuang Cerita Dalam 1 Karya

Bersatu Dengan Salib (sebuah refleksi)

Melodi Setangkai Mawar (a short story)