Berani Berproses Adalah Kunci
Berani
dalam berproses adalah kunci yang ia pegang dalam proses menulis. Setia dalam
berproses membuat Garuda (58) berani untuk memulai kebiasaan yang belum pernah
ia rintis. Proses menulis dari lulusan teknik mesin yang kini bertempat tinggal
di Perumahan Banteng Baru, Banteng Permai 9 ini dimulai dengan menuliskan apa
yang ia pikirkan melalui Ranting Embun, renungan buah karyanya.
2001 menjadi titik awal proses
menulisnya. Mendapat sebuah inspirasi dari sebuah ranting yang jatuh di Gereja
Santo Antonius Kotabaru, ia mulai menelurkan buah-buah refleksi dalam lembar
demi lembar kertas. Ia melihat bahwa sebuah ranting yang jatuh bukan tanpa
arti. “Ranting yang jatuh memiliki arti yang penting. Apalagi ketika saya
melihat ada ibu-ibu tua yang mengambil ranting tersebut dan mengumpulkannya.
Dari situ, saya mulai berefleksi bahwa ranting itu dapat bermanfaat dan sangat
dibutuhkan. Pengalaman inilah yang membuat saya menaruh arti dalam setiap hal
yang ada di sekitar saya. Ranting yang jatuh membuat saya bertanya pula dalam
diri mengenai arti hidup yang saya jalani selama ini” tuturnya sembari mengikat
rambutnya yang bergelombang. Ranting yang direfleksikannya dengan mendalam
menjadi dasar dari penulisan Ranting Embun, renungan yang menjadi buah
refleksinya.
4 tahun menyimpan tulisan tersebut
membuat Garuda tergerak untuk membagikan tulisan-tulisan tersebut kepada Dhanik
(52), istrinya pada tahun 2005. Pendapat bahwa renungan tersebut pantas untuk
dibagikan membuat Garuda tergerak untuk berbagi dengan orang lain. Awal mula
proses berbagi ini dimulai dengan pendistribusian renungan Ranting Embun ke
beberapa paroki di Yogyakarta. Seluruh biaya cetak dari renungan Ranting Embun
ini ditanggung oleh Garuda sendiri dan seluruh pembaca dari renungan Ranting
Embun tidak dipungut biaya.
Tahun demi tahun, pembaca renungan
Ranting Embun tidak hanya tersebar di Yogyakarta saja. Lebih luas lagi, pembaca
Ranting Embun tersebar di beberapa kota di Indonesia seperti Kalimantan dan
Papua. “Saya nggak tahu kenapa renungan Ranting Embun sampai kepada pembaca
yang berada di luar Jawa. Untuk saya, semua ini adalah karya Tuhan sendiri.
Tangan Tuhanlah yang bergerak dan membantu usaha baik ini” tambahnya yang tak
berhenti memamerkan senyumnya yang ramah.
Proses menulis renungan Ranting
Embun tidaklah semulus yang dikira. Ada kalanya, pria yang telah dikaruniai 3
orang anak ini merasa kelelahan. Antusias yang kurang terkadang menjadi
hambatan baginya untuk kembali menulis. Namunlah, seiring berjalannya waktu,
Garuda bisa mengatur ritmenya dalam menulis dan tidak lagi merasa kesulitan
dalam mencari ide menulis. Salah satu caranya untuk mengatasi kelelahan itu
adalah mengingat bahwa banyak orang yang membutuhkan renungan Ranting Embun.
Tak hanya berhenti dalam proses
menulis, hambatan lain juga muncul terutama dalam hal biaya cetak. Terkadang,
biaya cetak lebih mahal dari biaya jual renungan Ranting Embun. Pendapatan yang
mereka hasilkan tidak sebanding dengan apa yang mereka keluarkan. Namunlah, hal
ini tidak menjadi penghalang bagi Garuda untuk tetap menulis dan berbagi. Demi
pembaca yang sungguh membutuhkan renungannya, ia rela mengupayakan berbagai hal
untuk menerbitkan renungan Ranting Embun. “Kami tidak pernah menuntut para
pembaca untuk membayar. Kalau dibayar, kami bersyukur. Kalau tidak, kami pun
bersyukur. Intinya, kami akan tetap berjuang menerbitkan renungan ini walaupun
kami harus berhutang dan merelakan uang pembayaran sekolah anak-anak kami”
tuturnya dengan terbuka.
Sampai saat ini, menulis adalah
caranya mewartakan karya Tuhan. Melalui proses menulis, terutama menulis
renungan Ranting Embun, ia berharap bahwa setiap tulisannya dapat memperbaiki
cara pandang banyak orang tentang pengalaman-pengalaman yang dialami oleh
mereka. “Ranting Embun adalah media yang saya suguhkan untuk memperbaiki cara
pandang mereka tentang pengalaman hidup. Saya mengajak mereka untuk melihat
lebih dalam pengalaman hidup mereka bersama Tuhan dan sesama. Dari sebuah
pengalaman yang sederhana, setiap orang mampu melihat Tuhan yang berkarya dalam
diri mereka” ungkap pria yang pernah bekerja sebagai guru les di suatu lembaga
ini
Penulis yang juga sibuk menekuni
hobi melukis ini juga mengajak banyak orang untuk berefleksi mengenai hidup
mereka. “Mari berefleksi mengenai hal-hal yang sederhana, hal yang begitu dekat
dengan diri kita. Sandal, cicak, dan barang-barang di sekitar anda pun bisa
menjadi inspirasi. Melalui refleksi inilah, setiap orang dapat menemukan Tuhan
yang Mahatahu dan mengetahui apa yang dirasakan oleh setiap orang. Berenang
lebih dalam melalui refleksi membuat kita menemukan Tuhan yang nyata dalam
segala hal” tutupnya sembari menyodorkan renungan Ranting Embun edisi terbaru
yang baru saja ia selesaikan. (ALF)
Pict : https://www.facebook.com
Komentar
Posting Komentar