Sungai Menimang Air Matamu (from a dialogue)
Kau mengetuk pintu dan
aku menyediakan pintu itu bagimu. Pada pintuku, sungai menimang air matamu. Muara
yang menjadikanmu sebagai alasan, mengapa dunia menjatuhkan kisah itu padamu.
Mengapa dunia memilihmu?
Bibirmu tak terkatup.
Hatimu tak tertutup. Kau masih saja takjub pada suatu keajaiban yang tanpa
sangka mewujud. Tepat pada hari ini kau bersujud. Benakmu terkejut. Benakmu
hanyut.
Angin sedang
menghembusimu kencang. Kau tak berusaha untuk lekang. Aku tahu keluhmu akan
mengencang. Di hadapanmu hutan belantara dengan pepohonan yang terbentang.
Tepat padamu lantai
ini, dengan sebungkus nasi pada tanganmu. Bersandar pula sebungkus lelah yang
belum terlepas. Dimana setiap kata mati itu terkelupas. Kau melepaskan inginmu
untuk pergi dan menikmati hunusan pedang dari ribuan musim dingin yang pernah
ada.
Bertiaraplah engkau
pada tiang-tiang binasa. Dimana tarikan napasmu diperuntukkan bagi mereka.
Dimana gerak langkahmu bukan lagi berdasar pada kakimu. Dimana keringat itu
kian menemukan muaranya. Pencarianmu liar memburu, kau memaknai duri-duri
perjalananmu.
30 Juli 2017
Komentar
Posting Komentar